HUKUM AKTA NOTARIS
Akta Notaris adalah suatu Alat Bukti yang dapat digunakan di pengadilan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Pembuktian diatur dalam Pasal 1865 yang berbunyi:
Setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna mengeguhkan haknya
sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Dalam hukum acara diperlukan alat-alat bukti untuk mempermudah pembuktian di pengadilan, dalam Pasal 1866 menjelaskan bahwa Alat bukti terdiri dari:
a. Bukti tulisan;
b. Bukti dengan saksi-saksi;
c. Persangkaan-persangkaan;
d. Pengakuan; dan
e. Sumpah.
Mengenai pembuktian dengan tulisan dapat dibagi menjadi dua yaitu autentik dan dibawah tangan sesuai yang diatur dalam Pasal 1867 bahwa
pembuktian dengan tulisan dapat berupa tulisan autentik dan tulisan di bawah tangan.
Yang dimaksud dengan Akta autentik pada Pasal 1868
KUHPdt adalah :
Suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Terkait dengan pasal tersebut terdapat syarat-
syarat suatu akta dapat dikatakan akta autentik yaitu :
1. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang
2. Dibuat oleh atau dihadapan Pejabat umum yang
berwenang
Sehingga jika dikaitkan dengan peraturan
Undang-Undang Jabatan Notaris, pejabat umum yang dimaksud salah satunya adalah
Notaris sesuai dengan Pasal 1 angka (1) Undang-undang jabatan
Notaris nomor 2 tahun 2014 perubahan Undang-undang nomor 30 tahun 2004 yang menjelaskan
:
Notaris
adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan
undang-undang lainnya.
Sedangkan Bentuk Akta notaris terdapat
pada pasal 38 UUJN perubahan yang berbunyi:
(1) Setiap
akta terdiri atas:
a. awal
akta atau kepala akta;
b. badan
akta; dan
c. akhir
atau penutup akta.
(2) Awal
akta atau kepala akta memuat :
a. judul
akta;
b. nomor
akta;
c. jam,
hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama
lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan,jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4) Akhir atau penutup akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahnnya.
Sehingga jelaslah bahwa akta notaris adalah akta yang autentik seperti yang dimaksud pasal 1868 KUHPdt diatas karena dibuat oleh notaris sebagai pejabat yang berwenang dan bentuk akta nya ditentukan oleh UUJN.
Kekuatan pembuktian akta autentik
dijabarkan pada Pasal 1870 KUHPdt yang
berbunyi:
Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli
warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta
otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di
dalamnya.
Comments
Post a Comment